Bro, Sis, atau mungkin Sobat Gabut yang lagi baca ini, Pernah nggak sih lu lagi asik-asiknya chatting sama seseorang, terus tiba-tiba doi menghilang kayak hantu di malam Jumat? Yak, itulah yang kita sebut dengan "ghosting". Fenomena ini udah jadi budaya populer di era digital, terutama di kalangan anak muda. Tapi, apa sih ghosting itu, dan kenapa banyak yang jadi korban (atau malah pelaku)? Yuk, kita bahas dengan santai tapi dalem!
Apa Itu Ghosting?
Ghosting itu ibarat lu ngajak temen nonton film horor, tapi pas film mulai, dia malah ilang beneran. Kayak beli bakso di abang gerobak yang udah pake janji diskon, eh abangnya pindah lokasi. Simpelnya, ghosting adalah tindakan tiba-tiba memutuskan komunikasi tanpa penjelasan. Biasanya, ini terjadi di hubungan romantis, tapi bisa juga di pertemanan atau bahkan urusan kerjaan.
Bayangin, lu lagi PDKT sama seseorang, udah nyambung ngobrolin segala hal, dari hobi sampe rencana masa depan. Eh, besoknya dia nggak bales chat, nggak angkat telepon, bahkan ngehapus lu dari daftar temennya. Tragis banget, kan? Rasa sakitnya kayak nggak kebagian kulit ayam waktu makan bareng keluarga.
Kenapa Sih Orang Suka Nge-ghosting?
Takut Konflik Sebagian orang nge-ghosting karena nggak pengen ribet jelasin kenapa mereka nggak tertarik lagi. Daripada ngomong terus berakhir awkward, mending kabur aja. Simpel, kan? Tapi ya, nggak elegan. Kayak beli teh botol, isinya setengah.
Kurangnya Empati Ada juga yang ghosting karena nggak mikirin perasaan orang lain. Ya, mungkin mereka mikir, "Ah, nggak pentinglah, nggak bakal ketemu lagi." Kayak sopir angkot yang nggak mau nunggu penumpang lari-lari ngejar.
Digital Age Effect Di zaman serba online, hubungan jadi lebih disposable alias gampang dibuang. Lu nggak suka? Tinggal blokir. Zaman dulu, kalau mau putus, kan harus ketemuan dulu. Sekarang? Cukup nggak nge-read. Teknologi bikin hubungan kayak mie instan: cepet jadi, cepet juga dilupakan.
Apa Dampaknya?
Ghosting itu nggak cuma bikin orang baper, tapi juga bisa ngaruh ke kesehatan mental. Yang di-ghosting biasanya jadi overthinking, ngerasa nggak cukup baik, bahkan ada yang trauma buat memulai hubungan baru. Kira-kira kayak nonton film horor sampai tamat tapi nggak ada ending-nya, malah muncul tulisan "To Be Continued."
Sedangkan yang jadi ghoster? Eh, jangan salah. Banyak juga yang akhirnya merasa bersalah, terutama kalau mereka nge-ghosting orang yang sebenarnya baik. Tapi ya, kebanyakan sih enjoy aja, kayak makan kerupuk di tengah hujan.
Ghosting di Kehidupan Anak Indonesia
Di Indonesia, fenomena ghosting makin marak, apalagi dengan makin populernya aplikasi chatting dan dating online. Anak-anak muda seringkali nge-ghosting sebagai "jalan pintas" buat menghindari drama. Uniknya, ini juga sering terjadi di budaya lokal yang sebenarnya menjunjung tinggi nilai sopan santun. Jadi, bayangin aja, budaya "permisi" dan "pamit" malah tergeser sama budaya "ngilang tanpa jejak". Kayak tahu bulat yang digoreng dadakan, hilangnya pun dadakan.
Selain itu, ghosting nggak cuma terjadi di hubungan romantis, tapi juga dalam pertemanan. Misalnya, lu ngajak nongkrong tapi tiba-tiba temen lu nggak nongol tanpa kabar. Alasannya? "Mager." Ya, klasik banget. Rasa sakitnya setara kayak lagi asik main Mobile Legends terus sinyal ngilang.
Gimana Menghindari Ghosting?
Komunikasi Itu Kunci Kalau udah nggak nyaman, ya ngomong aja baik-baik. Emang sih, nggak mudah. Tapi itu lebih fair daripada ngilang gitu aja. Jangan jadi kayak sinyal Wi-Fi gratisan di kafe, suka hilang pas dibutuhin.
Pilih Teman atau Pasangan yang Sehat Secara Emosional Cari orang yang dewasa dalam berpikir dan bertindak. Biasanya, mereka lebih cenderung menghindari ghosting. Kalau ketemu yang suka ghosting, udah, tinggalin aja sebelum lu jadi korban selanjutnya.
Siapkan Mental Kalau lu masuk dunia pergaulan modern, siap-siap aja menghadapi kemungkinan di-ghosting. Anggap aja itu bagian dari "trial and error". Kalau gagal, ya tinggal coba lagi. Santai aja, hidup nggak sekeras kulit rendang.
Fenomena ghosting ini emang ngeselin, tapi juga jadi pengingat buat kita semua buat lebih bijak dalam berkomunikasi. Jangan jadikan ghosting sebagai "kebiasaan" karena itu cuma bikin orang lain sakit hati dan bikin hubungan antar manusia jadi makin dangkal.
Jadi, next time lu kepikiran buat nge-ghosting seseorang, coba pikir dua kali. Kalau nggak suka atau nggak nyaman, mending jujur aja. Kan lebih keren kalo lu dikenal sebagai orang yang berani ngomong daripada sekadar jadi "hantu digital". Kalau nggak, ya siap-siap aja kena karma digital.
Itu dia sedikit ulasan soal ghosting. Jadi, gimana? Pernah jadi korban atau malah pelaku? Share cerita lu di kolom komentar, yuk! Siapa tahu, cerita lu bisa jadi pelajaran buat yang lain. Peace out! 😎
0 Comments:
Posting Komentar